Sabtu, 23 Mei 2009

Kucari tahu tantang jogja

Jogja “Never Ending Asia”


Jogja menyimpan segudang potensi wisata. Kota ini juga menyediakan berbagai tempat tujuan wisata yang menarik tetapi juga wisata budaya khas yogya yang tidak ditemukan ditempat lain. Akan tetepi walaupun mempunya segudang produk wisata kota ini tidak biasa lepas dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia.krisis yang dimulai pada tahun 1997 tersebut berimbas pada menurunnya kunjungan wisata ke kota gudeg ini. Semenjak krisis, kunjungan wisatawan asing kekota ini selalu dibawah angka 100 ribu. Padahal sebelumnya perolehan wisatawa asing selalu diatas angka itu. Namun, pemerintah daerah yogyakarta sudah terus bertekad menetapkan pariwisata sebagai sector andalan terus berupaya mendongkrak kunjungan wisatawan asing. Untuk mewujudkan hal itu, pada tahun 1991 pemda Yogyakarta meluncurkan program branding yang bertujuan untuk mengangkat citra yogya kemata internasional. Program branding tersebut bertema “ jogja Never Ending Asia”. Dipilih kata jogja karena menurut hasil survey kata “jogja” lebih mudah diucapkan oleh lidah orang asing yang menjadi target market dari pada “yogya”. Desain logo ogya dikerjakan oleh Daniel Michael yang berafiliasi dengan landor yang sudah tersohor dengan rancangan logo perusahaan top seperti Fedex, garuda Indonesia, Danamon,dan sebagainya.

Sedangkan typografi dari kata jogja, diambil dari tulisan tangan Sri Sultan Hamengkubuwono x. riset dan penyusunan brand charter melibatkan konsultan marketing MarkPlus & Co bekerja sama dengan Indonesia marketing asosiation ( IMA ).

Never Ending asia megandung arti bahwa apabila wisatawan mengunjungi kota ini, mereka akan menemukan pengalaman yang tak habis-habisnya. Dipilih kata Asia bukan Indonesia, karena Indonesia saat itu sedang mendapatkan citra buruk akibat krisis di mata international.Dengan Never Ending Asia,harapannya,Yogya bias mensejajarkan dengan kota atau Negara “club Asia” terdahulu, yakni “Malaysia Truly Asia” dan “Singapore New Asia” waktu itu.

Positioning tersebut didukung oleh diferensiasi kokoh yang ditawarkan kota ini.Diferensiasi tersebut adalah pertama,jogja sebagai melting pot antar agama besar yang berkembang di Asia,yakni islam,Kristen ,Hindu,dan Budhha. Kedua,Yogya juga sudah dikenalsebagai daerah tujuan wisata di mata internasional,Ketiga, Yogya menjadi pusat perkembangan dari kebudayaan jawa,sedangkan diferensiasi yang ke empat yang ditawarkan kota ini adalah keramahtamahan penduduk jogja yang sangat menunjang pariwisata.

Yogya merupakan pusat pertemuan bagi agama-agama besar yang berkembang di Asia,yakni islam,hindu,budhha dan Kristen. Hal itu bisa ditunjukkan dengan peninggalan-peninggalan ke empat agama tersebut yang masih merawat sampai sekarang. Disebut sebagai pusat agama islam karena keraton Yogyakarta memang menjadi penerus dari kerajaan Mataram islam.Keraton ini didirikan oleh pangeran Mangkubumi setelah terjadi perjanjian Giyanti pada taun 1755 yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua,yakni Kasunanan Surakarta dan kasultanan Yogyakarta.

Pangeran Mangkubumi kemudian dinobatkan sebagai Sultan Hameng kubuwono 1.sampai sekarang,setiap Sultan di keraton Yogya selalu bergelar pangeran IngNgalaga,Abdurahman syayidin panatagama Kalifatullah yang artinya,setiap warga Yogya adalah panglima perang,sekaligus pemimpin agama islam. Simbol-simbol islam tersebut tercermin dalam ritual-ritual yang dilakukan oleh keraton Yogya seperti ucapan sekaten yang memperingati kelahiran nabi Muhammad.

Selain menjadi pusat agama islam,jogja juga menjadi lokasi bagi warisan agama Budhha. Tak jauh dari kota ini,lebih kurang 40 meter dari kota jogja,terletak Candi Borobudur yang sudah termashyur di seluruh penjuruh dunia.Candi yang didirikan pada akhir abad ke 8 dan awal abad ke 9 ,yakni pada masa dinasti syailendra ini menjadi tempat suci bagi pemeluk agama Budhha.Candi yang bertingkat 10 tersebut memiliki relief yang mengambarkan perjalanan suci sang Budhha.Setiap setahun sekali, pelataran candi ini menjadi tempat bagi ribuan umat Budhha yang merayakan hari Waisyak.

Agama Hindu juga turut memberikan kekayaan bagi Yogya.Kurang lebih 27 kilometer dari arah kota ini,berdiri megah Candi Prambanan. Candi yang di bangun pada abad ke-9 tersebut merupakan peniggalan agama Hindhu.Nama-nama candi itu diambil dari nama-nama dewa agamaHindhu seperti Brahmana dan Syiwa.


Solo “the spirit of Java”

Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang Madiun, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara dan jalur selatan Jawa juga terhubung di kota ini. Jarak antara Yogyakarta dengan Solo hanya sekitar satu jam menggunakan kendaraan maupun kereta api.

Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.

Peninggalan sejarah dan kentalnya kebudayaan Jawa di kota Solo ini masih tampak jelas di setiap pojokan kota. Gapura khas keraton dengan lambang Keraton Surakarta “Radya Laksana” terdapat di beberapa lokasi, terutama di wilayah yang berdekatan dengan Keraton Surakarta. Radya Laksana sebagai lambang atau simbol Karaton Surakarta memiliki makna simbolis dan makna filosofis dalam kehidupan Karaton khususnya dan kehidupan masyarakat pada umumnya.

Bengawan Solo adalah nama sungai penggalan lirik yang terkenal hingga ke mancanegara. Solo atau Surakarta, yang dahulunya di awal kemerdekaan berstatus Keresidenan Surakarta telah berkembang menjadi kota yang kaya dengan peninggalan budaya Jawa. Solo, “the spirit of Java”. Itu adalah slogan yang melekat selain terkenal dengan semboyan BERSERI, yaitu Bersih, Sehat, Rapih dan Indah.















Brand image baru kota Solo sebenarnya sudah mulai disosialisasikan sejak bulan Agustus kemarin. Awalnya diadakan kontes untuk memberikan slogan. Ada 3 slogan pemenang yaitu, Solo the Heart of Java, Solo the Heartbeat of Java dan Solo the Spirit of Java.

The Spirit of Java mencerminkan kedalaman makna akan akar budaya, seni dan sejarah kota Solo, sehingga kota ini berhak meng klaim kotanya sebagai “Jiwanya Jawa”. Elemen pada logo Solo ini terutama bagian huruf O yang berornamen itu diambil dari unsur bentuk dasar motif batik, yang menjadi perwakilan dari salah satu budaya lokal yang berkembang di kota ini. Pada akhirnya brand ini akan memperkuat positioningnya sebagai kota yang kuat unsur Seni & Budaya nya.

Branding kota dengan tujuan promosi untuk mengenalkan sebuah kota kepada masyarakat umum baik dalam atau luar negeri, cukup marak akhir akhir ini. Sebutlah kota Jogja dengan slogan Jogja Never Ending Asia nya atau Jakarta dengan Enjoy Jakarta. Mungkin banyak juga yang mengadaptasi dari pengaruh luar seperti Malaysia Truly Asia, Uniquely Singapore. Selain untuk promosi, hal ini berkaitan dengan identitas kota tersebut. Slogan dan logo tersebut hendaklah mencerminkan identitas, sejarah, budaya, gaya hidup kota itu.

Baru baru ini pemerintah kota Semarang melakukan hal yang sama dengan menyelenggaraan kontes penciptaan logo untuk kota Semarang dengan slogan “The Beauty of Asia”. Menuai protes di kalangan masyarakat Semarang karena kemunculan slogan yang tiba tiba ada, tanpa ada proses dan keterlibatan dari masyarakatnya. Intinya apakah kota ini sudah “beauty” dan siap bersaing dengan kota lainnya di Asia?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar